Siapkah Kaltim Terima Rencana Pemerintah Hapuskan Tambang?
Sektor
pertambangan masih menjadi sektor yang sangat berpengaruh bagi perekonomian
Indonesia. Kaltim merupakan salah satu penyumbang ekomomi terbesar untuk
Indonesia dengan mengandalkan sektor pertambangan. Terbukti dengan adanya fakta
yang menyatakan bahwa Indonesia sempat menyentuh pertumbuhan ekonomi 7% hingga
9% sebab adanya campur tangan Kalimantan Timur. Namun mirisnya, kebanyakan dari
hasil tambang yang ada di Kalimantan Timur dialokasikan untuk kegiatan ekspor. Akibatnya,
Kaltim hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari sektor tambang yang
dimilikinya. Pernyataan tersebut didukung dengan adanya fakta yang menyatakan
bahwa angka kemisikinan di Kaltim masih saja terus meningkat dari tahun ke
tahun.
Pemerintah Indonesia kemudian
sadar, Kaltim tak bisa selamanya mengandalkan sektor tambang sebagai sektor
utama yang memicu tumbuhnya perekonomian mereka. Oleh karena itu, pemerintah
berencana untuk menghapuskan tambang dan menggantinya dengan berbagai sektor
lain, seperti sektor pariwisata, pertanian, perkebunan, dsb. Sebagian masyarakat
menyatakan satu kubu dengan pemerintah. Namun nyatanya, rencana ini tak dapat
diterima oleh sebagian masyarakat lainnya dengan berbagai macam pernyataan yang
juga disertai dengan fakta-fakta.
Pertambangan di Kaltim memang
besar perannya dalam pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, pertambangan yang dilakukan
secara besar-besaran dan terus menerus akan menimbulkan banyak dampak negatif
kedepannya. Dampak negatif yang dapat kita rasakan secara langsung, yaitu
polusi udara yang diakibatkan oleh industri-industri pertambangan.
Selain itu, tambang merupakan
sumber daya alam tak terbarukan. Jika, SDA tak terbarukan ini dikeruk dan
diambil terus-menerus, maka lama-kelamaan ia akan habis. Hal ini tidak hanya
akan merugikan dari segi ekonomi, namun akan merugikan kesejahteraan masyarakat
Kaltim juga. Sebab, jika tambang habis, maka perusahaan listrik di Kaltim akan
kekurangan pasokan bahan bakar. Tidak hanya itu, kendaraan-kendaraan juga akan
kesulitan mendapatkan “makanan” mereka jika minyak bumi habis dan tak dapat
dikeruk lagi.
Tingginya angka kecelakaan kerja
dan kerusakan lingkungan juga menjadi salah satu alasan beberapa masyarakat
tolak adanya pengerukan tambang di Kaltim. Oleh karena itu, sebagian masyarakat
berpendapat, lebih baik sektor tambang ini diganti dengan sektor lain yang
memiliki angka kerugian lebih kecil. Kalimantan Timur itu sendiri pada
kenyatannya, memiliki keadaan alam yang cukup baik dan dapat dijadikan sebagai
sektor pariwisata.
Namun nyatanya, tempat-tempat
yang dapat dijadikan sebagai sektor pariwisata Kaltim masih banyak memerlukan
pembenahan. Tentu saja, pembenahan ini membutuhkan dana yang cukup besar. Lalu,
dana ini akan didapatkan dari mana? Sementara, tambang saja sudah ditiadakan. Padahal,
sektor pertambangan Kaltim dapat mencapai 50% dari keseluruhan komponen
pendapatan daerah, seperti yang dikatakan oleh Rusmadi, Sekretaris Provinsi
Kaltim pada tahun 2018. Hasil tambang yang cukup besar ini tidak bisa diabaikan,
karena jika dana ini hilang ketika sektor tambang ditiadakan, maka Kaltim akan
mengalami kerugian yang tak kalah besar, khususnya pada bidang ekonomi dan
kesejahteraan sosial.
Dengan tidak adanya tambang,
tidak akan ada lagi yang dapat diekspor oleh Kaltim. Dengan begitu, hilang
pulalah setengah dana dari keseluruhan pendapatan daerah. Akibatnya,
perekonomian Kaltim bisa terjun bebas dan mengakibatkan Provinsi Kaltim akan
tertinggal semakin jauh. Selain itu, angka pengangguran akan semakin meningkat,
sebab banyaknya karyawan atau buruh dari perusahaan tambang yang pada akhirnya
akan diPHK. Usaha kecil-kecilan yang dilakukan masyarakat sekitar, seperti
usaha sewa tongkang/ponton, bus karyawan, penjualan mobil double cabin, serta usaha rumah kontrakan juga terpaksa ditutup
karena tak ada lagi yang membutuhkannya. Semakin banyaknya pengangguran juga
akan meningkatkan angka kemiskinan di Kaltim. Dapat dibayangkan bagaimana
jadinya Kaltim jika sektor pertambangan akan benar-benar ditiadakan.
Selain itu, jika dilihat dari
angka kecelakaan kerja dan kerusakan alam, tidak sepenuhnya dapat dibebankan
kepada sektor pertambangan. Sebab, kecelakaan kerja tidak hanya terjadi di
sektor pertambangan. Bahkan, sektor pariwisata pun tidak menutup kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja. Kerusakan alam pun begitu, pertambangan bukan
satu-satunya penyebab terjadinya kerusakan alam. Banyak faktor yang menyebabkan
kerusakan alam terjadi, termasuk polusi udara. Di era globalisasi saat ini,
kerusakan alam dan polusi tidak dapat dihentikan dengan hanya melakukan langkah
peniadaan perusahaan tambang. Perlu adanya langkah lain jika memang benar-benar
ingin memperkecil angka kerusakan alam dan polusi yang terjadi di Indonesia.
Dengan berbagai argumen
tersebut, diharapkan pemerintah dapat lebih berhati-hati dalam mengambil sebuah
langkah dan memikirkan segala rencananya dengan baik serta mempertimbangkan
berbagai macam dampak negatif yang akan terjadi. Pertambangan jika dilihat dari
pencemaran lingkungan dan kesehatannya memang dapat menimbulkan banyak dampak
negatif yang tak bisa dibantahkan lagi. Namun, nyatanya negeri ini masih sangat
membutuhkan sektor pertambangan dalam bidang ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Ananda Nur Maharinda
X Mipa 4
Komentar
Posting Komentar