Pemerintah Berikan Solusi KPK Kebal Hukum, Sudah Tepatkah?

Bertambah banyaknya kasus besar terjadi di Indonesia, seperti kasus korupsi yang kebanyakan oknumnya berasal dari kalangan pemimpin atau anggota lembaga penting negara. Kasus korupsi itu sendiri ditangani oleh lembaga khusus. Lembaga yang bertugas menangani kasus-kasus korupsi ini disebut KPK. Lalu, bagaimana jika anggota dari KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, malah melakukan tindak pidana korupsi atau kejahatan lainnya? Apakah sebaiknya anggota KPK yang “bermasalah” ini diadili dan dijatuhi hukuman di depan meja hijau? Atau apakah negara lebih baik diam dan tutup mata terhadap kasus yang dilakukan anggota lembaga negara tersebut?
Terlibatnya anggota lembaga negara tentu saja dapat menyebabkan terganggunya proses kerja dalam lembaga tersebut. Apalagi KPK merupakan lembaga negara yang memiliki peranan penting. Dengan kasus korupsi yang semakin bertambah dan dengan anggota KPK yang terbatas membuat semua anggota bekerja keras dan berusaha bertindak cepat untuk menyelesaikan setumpuk berkas kasus-kasus korupsi yang terjadi. Namun, tak dapat dipungkiri jika komponen penting dalam KPK seperti ketua, wakil ketua, dan anggota KPK bisa saja terlibat dalam kasus korupsi ataupun kasus lainnnya. Hal itulah yang membuat terhambatnya kinerja KPK. Dari persoalan tersebut negara kemudian datang dengan “membawa” hak imunitas atau kekebalan hukum sebagai solusi untuk anggota KPK agar tidak menganggu, tidak menghambat, dan tidak menimbulkan tekanan bagi angggota KPK dalam menjalankan pekerjaannya. Solusi yang diberikan pemerintah ini kemudian banyak mendapat tanggapan pro dan kontra dari masyarakat Indonesia.
Secara prinsip hak imunitas adalah hak dimana profesi tertentu tidak dapat dituntut, baik secara pidana, perdata, maupun administrasi dalam menjalakan pekerjaannya sesuai amanat undang-undang. Sedangkan, KPK adalah singkatan dari komisi pemberantasan korupsi yang merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Setelah kita mengetahui definisi dari hak imunitas dan KPK kita dapat menelaah lebih lanjut apakah pemerintah memang harus memberikan kekebalan hukum bagi anggota KPK walaupun ia telah dinyatakan bersalah?
Kelompok pro berargumen bahwa hak imunitas sah-sah saja diberikan kepada anggota KPK. Dengan catatan, hak imunitas ini hanya berlaku selama ia sedang melaksanakan tugasnya. Jika, pelanggaran hukum terjadi di luar itu, maka hak ini tidak akan berlaku. Dengan hak imunitas, kelompok pro percaya bahwa dengan solusi tersebut, KPK akan melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa adanya hambatan. Pada kenyataannya, banyak sekali kasus-kasus yang terhambat diselesaikan karena anggota KPK yang menanganinya malah sibuk dengan hukuman kejahatan yang ia lakukan.
Sebagai contoh, kasus Bambang dan Abraham Samad yang dijadikan tersangka pemalsuan dokumen ketika mereka sedang menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan para pejabat tinggi negara. Akibat dari tuduhan pemalsuan dokumen tersebut, Bambang dan Abraham Samad terpaksa dinonaktifkan dan kasus-kasus yang sedang mereka tangani terpaksa harus ditangguhkan.
Hal ini tentu saja membuat kinerja KPK menjadi semakin buruk. Apalagi jika kasus ini melibatkan pemimpin KPK yang kemudian pemimpin tersebut harus dinonaktifkan. Pemimpin yang terpaksa dinonaktifkan ini menimbulkan terjadinya kekosongan pemimpin yang membuat KPK semakin kewalahan menangani kasus-kasus korupsi yang ada.
Selain itu, jika banyak anggota KPK diadili dan dihukum di depan meja hijau, maka memungkinkan bahwa rakyat Indonesia akan sulit untuk mempercayai lembaga KPK lagi. Hal itu tentu saja akan sangat menyusahkan lembaga KPK dalam mengurus suatu masalah atau kasus.
Namun, beberapa orang yang menolak solusi hak imunitas tersebut berargumen bahwa diberikannya hak imunitas terhadap anggota KPK ini tidak menjamin semua anggota KPK tidak akan melakukan penyelewengan hak saat ia sedang bertugas. Para anggota KPK memiliki kemungkinan memanfaatkan hak imunitas yang mereka dapatkan untuk melakukan pelanggaran.
 Selain itu, dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28D ayat 1. Ditakutkan, jika hak imunitas ini diberikan kepada anggota KPK akan mengakibatkan adanya kecemburuan HAM dihadapan hukum.
Jika permasalahan ini disangkutkan dengan kasus Novel Baswedan, seorang anggota KPK yang suatu ketika disiram dengan air raksa tepat di wajahnya oleh seseorang yang diduga berhubungan dengan kasus yang sedang ia tangani. Maka, hak imunitas ini sama sekali tidak membantu Novel untuk menyelesaikan kasusnya. Oleh karena itu, beberapa orang mengajukan solusi lain, yaitu hak untuk mendapatkan perlindungan. Dimana perlindungan ini memiliki konteks yang sangat berbeda dengan hak imunitas. Perlindungan ini tidak menjurus kepada hal-hal yang berbau hukum, namun lebih kepada perlindungan nyawa untuk anggota KPK yang sedang melaksanakan tugasnya. Beberapa orang berpendapat bahwa solusi ini jauh lebih baik daripada hak imunitas.
Pemerintah memang dituntut harus selalu bijak dalam mengambil sebuah keputusan yang menyangkut masa depan negara. Diberikan atau tidaknya hak imunitas kepada KPK tergantung dari keputusan pemerintah. Adanya pro dan kontra dalam masyarakat merupakan hal yang wajar terjadi. Malahan, dengan adanya berbagai argumen yang disampaikan oleh masyarakat, pemerintah dapat semakin terbantu dalam mengambil sebuah keputusan yang tentunya akan diterima oleh masyarakat Indonesia dengan baik.




Kelompok 11 (X Mipa 4)
1. Ananda Nur Maharinda
2. Hani Fadilah Humaira
3. Syifa Fauziah

Komentar

Postingan Populer